Di sunting oleh :: Ustazthrash Mujahid
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasihani..
Sama-samalah kita merenung dan memuhasabah diri, siapakah diri kita dalam masalah yang dibicarakan ini. Setiap kata dan kalimat yang terbit hendaklah diambil kira.
Semoga usaha ini dapat membina sakhsiyah Islam, InsyaAllah..
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasihani..
Sama-samalah kita merenung dan memuhasabah diri, siapakah diri kita dalam masalah yang dibicarakan ini. Setiap kata dan kalimat yang terbit hendaklah diambil kira.
Semoga usaha ini dapat membina sakhsiyah Islam, InsyaAllah..
1. Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada putera baginda :
“Tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat kerana ragu-ragu dan menentang)
itu, kerana manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di
antara orang-orang yang bersaudara.”
[Ad-Darimi: 309, al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897]
2. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Cukuplah engkau sebagai orang zalim bila engkau selalu berdebat. Dan
cukuplah dosamu jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila
kamu selalu berbicara dengan selain zikir kepada Allah.”
[al-Fakihi dalam Akhbar Makkah]
Sementara ad-Darimi meriwayatkan bahwa Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Engkau tidak menjadi alim sehingga engkau belajar, dan engkau tidak
disebut mengerti ilmu sampai engkau mengamalkannya. Cukuplah dosamu bila
kamu selalu mendebat, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu menentang.
Cukuplah dustamu bila kamu selalu berbicara bukan dalam zikir tentang
Allah.”
[Darimi: 299]
3. Muslim Ibn Yasar rahimahullah
Musim ibn Yasar rahimahullah berkata :
“Jauhilah perdebatan, kerana ia adalah saat bodohnya seorang alim, (sedangkan) di
dalamnya syaitan menginginkan ketergelincirannya (yakni menjadi sesat).”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra; Darimi: 404]
4. Hasan Bashri rahimahullah
Ada orang datang kepada Hasan Bashri rahimahullah lalu berkata, “Wahai
Abu Sa’id kemarilah, agar aku boleh mendebatmu dalam agama!” Maka Hasan
Bashri rahimahullah berkata:
“Adapun aku maka aku telah memahami agamaku, jika engkau telah
menyesatkan (menyia-nyiakan) agamamu maka carilah.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 588]
5. Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah
Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah berkata :
“Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka ia akan banyak berpindah-pindah (agama).”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 565]
Penyunting : untuk memahami lafaz 'berpindah-pindah agama' lihatlah pada ucapan Imam Malik rhm menjawab Abu al Juwairah yang mengajak beliau berdebat pada no15.
6. Abdul Karim al-Jazari rahimahulah
Abdul Karim al-Jazari rahimahulah berkata :
“Seorang yang wira’ie* tidak akan pernah mendebat sama sekali.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 636; Baihaqi dalam Syu’ab: 8249]
*Wira’ie artinya orang yang sangat menjaga diri dari hal-hal yang syubhat dan membatasi diri dari yang mubah.
7. Ja’far ibn Muhammad rahimahullah
Ja’far ibn Muhammad rahimahullah berkata :
“Jauhilah oleh kalian pertengkaran dalam agama, kerana ia menyibukkan
(mengacaukan) hati dan mewariskan kemunafikan.”
[Baihaqi dalam Syu’ab: 8249]
8. Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah
Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah berkata :
“Dulu dikatakan: pertikaian dalam agama itu melebur amal.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 562]
9. al Auza’i rahimahullah
al Auza’i rahimahullah berkata :
“Jika Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum maka Allah menetapkan
jidal pada diri mereka dan menghalangi mereka dari amal.”
[Siyar al-A’lam 16/104; Tadzkiratul Huffazh: 3/924; Tarikh Dimsyq: 35/202]
10. Imran al-Qashir rahimahullah
Imran al-Qashir rahimahullah berkata :
“Jauhi oleh kalian perdebatan dan permusuhan, jauhi oleh kalian
orang-orang yang mengatakan: Bagaimana menurutmu, bagaimana pendapatmu.”
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 639]
Penyunting : Bertanya dengan tujuan mengumpan seseorang kepada perdebatan.
11. Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah
Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah berkata :
“Pertikaian itu menghapuskan agama dan menumbuhkan permusuhan di hati orang-orang.”
[al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
12. Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah
Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah berkata:
Dikatakan kepada Abdullah ibn al Hasan ibn al Husain rahimahullah, “Apa pendapatmu tentang perdebatan (mira’)?”
Dia menjawab: “Merosak persahabatan yang lama dan mengurai ikatan yang kuat. Minimal ia akan menjadi sarana untuk menang-menangan itu adalah sebab pemutus talit silaturrahim yang paling kuat.”
Dia menjawab: “Merosak persahabatan yang lama dan mengurai ikatan yang kuat. Minimal ia akan menjadi sarana untuk menang-menangan itu adalah sebab pemutus talit silaturrahim yang paling kuat.”
[Tarikh Dimasyq: 27-380]
13. Bilal ibn Sa’d rahimahullah (kedudukannya di Syam sama dengan Hasan Bashri di Bashrah)
Bilal ibn Sa’d rahimahullah berkata:
“Jika kamu melihat seseorang terus-terusan menentang dan mendebat maka sempurnalah kerugiannya.”
[al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
14. Wahab ibnu Munabbih rahimahullah
Wahab ibnu Munabbih rahimahullah berkata:
“Tinggalkanlah jidal dari perkaramu, kerana ia tidak akan dapat
mengalahkan salah satu dari dua orang: seseorang yang lebih alim darimu,
bagaimana engkau memusuhi dan mendebat orang yang lebih alim darimu?
Dan orang yang engkau lebih alim daripadanya, bagaimana engkau memusuhi
orang yang engkau lebih alim daripadanya dan ia tidak mentaatimu? Maka
tinggalkanlah itu.” [Tahdzibul Kamal: 31/148; Siyarul A’lam: 4/549; Tarikh Dimasyq: 63/388]
15. Malik ibnu Anas rahimahullah
Ma’n rahimahullah berkata: “Pada suatu hari Imam Malik ibn Anas
berangkat ke masjid sambil berpegangan pada tangan saya, lalu beliau
dikejar oleh seseorang yang dipanggil dengan Abu al-Juwairah yang
dituduh memiliki Aqidah Murji’ah. Dia berkata: “Wahai Abu Abdillah
dengarkanlah dariku sesuatu yang ingin saya kabarkan kepada anda, saya
ingin mendebat anda dan memberi tahu anda tentang pendapatku.’
Imam Malik berkata, “Hati-hati, jangan sampai aku bersaksi atasmu.” Dia berkata, “Demi Allah, saya tidak menginginkan kecuali kebenaran. Dengarlah, jika memang benar maka ucapkan.” Imam Malik bertanya, “Jika engkau mengalahkan aku?” Dia menjawab, “Maka ikutlah aku!” Imam Malik bertanya lagi, “Kalau aku mengalahkanmu?” Dia menjawab, “Aku mengikutimu?” Imam Malik bertanya, “Jika datang orang ketiga lalu kita ajak bicara dan kita dikalahkannya?” Dia berkata, “Ya kita ikuti dia.”
Imam Malik berkata, “Hati-hati, jangan sampai aku bersaksi atasmu.” Dia berkata, “Demi Allah, saya tidak menginginkan kecuali kebenaran. Dengarlah, jika memang benar maka ucapkan.” Imam Malik bertanya, “Jika engkau mengalahkan aku?” Dia menjawab, “Maka ikutlah aku!” Imam Malik bertanya lagi, “Kalau aku mengalahkanmu?” Dia menjawab, “Aku mengikutimu?” Imam Malik bertanya, “Jika datang orang ketiga lalu kita ajak bicara dan kita dikalahkannya?” Dia berkata, “Ya kita ikuti dia.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Hai Abdullah, Allah azza wa jalla telah mengutus Muhammad dengan satu
agama, aku lihat engkau banyak berpindah-pindah (agama), padahal Umar
ibnu Abdil Aziz telah berkata, “Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai
sasaran untuk perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
”Jidal dalam agama itu bukan apa-apa (tidak ada nilainya sama sekali).”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Berbantahan dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmu dari hari seorang hamba.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya jidal itu mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian.”
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki
ilmu sunnah, apakah ia boleh berdebat membela sunnah? Dia
menjawab,”Tidak, tetapi cukup memberitahukan tentang sunnah.”
(Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, Qadhi Iyadh: 1/51; Siyarul A’lam: 8/106; al-Ajjurri dalam al-Syari’ah, hal.62-65)
16. Muhammad ibn Idris as-Syafi’I rahimahullah
Imam as-Syafi’i rahimahullah berkata:
“Berbantahan dalam agama itu mengeraskan hati dan menanamkan kedengkian yang sangat.” [Thobaqat Syafiiyyah 1/7, Siyar, 10/28]
17. Ahmad bin Hambal rahimahullah
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh seseorang, “Saya ada di
sebuah majlis lalu disebutlah didalamnya sunnah yang tidak diketahui
kecuali oleh saya, apakah saya mengatakan?”
Dia menjawab:“Beritakanlah sunnah itu, dan janganlah mendebat kerananya!”
Orang itu mengulangi pertanyaannya, maka Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Aku tidak melihatmu kecuali seorang yang mendebat.”
[al-Adab as-Syar’iyyah: 1/358, dalam bab menyebar sunnah dengan ucapan dan perbuatan tanpa perdebatan dan kekerasan; al-Bashirah fid-Da’wah Ilallah: 57]
18. Shafwan ibn Muhammad al-Mazini rahimahullah
Saat Shafwan rahimahullah melihat para pemuda berdebat di Masjid Jami’ maka ia mengibaskan tangannya sambil berkata :
“Kalian adalah jarab, kalian adalah jarab (sejenis penyakit kulit).”
[Ibnu Battah: 597]
Dahulu dikatakan:
“Janganlah engkau mendebat orang yang santun dan orang yang bodoh; orang
yang santun mengalahkanmu, sedang orang yang bodoh menyakitimu.” [Al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
Penyunting : Lafaz di atas adalah seakan menyerupai lafaz Abdul Wahab bin Munabbih rhm pada no14.
“Ya Allah jauhkanlah kami dari jidal, dan anugerahkan pada kami
istiqamah. Janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah engkau memberi
hidayah pada kami.”
Tajuk asal : Salaf Shalih Memperingatkan BAHAYA DEBAT, Agus Hasan Bashori, Lc., M.ag. Hafizhahullah. (( Majalah Qiblati -Indonesia- Edisi 03 Tahun IV (12-1429/12-2008) hal.16-20 ))
Dinukil daripada :: aL QIYAMAH Muslim Weblog